Selasa, 28 Juni 2011

Hukuman bagi Pembunuh

semua dosa selain syirik akan berada di bawah kehendak Alloh . Jika Alloh berkehendak, dosa-dosa itu akan diampuni, dan jika Alloh tidak menghendaki untuknya ampunan maka si pendosa harus dicuci di neraka jahannam.

  
“Dan Barangsiapa yang membunuh seorang mukmin* dengan sengaja Maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, serta mengutuknya** dan menyediakan adzab yang besar baginya.” (QS. An Nisaa': 93)

catatan: *  seorang mukmin yaitu orang yang beriman kepada Alloh swt dan kepada RosulNya (bukan orang kafir dan munafik-red)

**mengutukinya, laknat adalah pengusiran dan menjauhkan dari rahmat Alloh swt

Dalam ayat di atas dinyatakan, Siapa saja yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja (-dengan sengaja: menunjukkan pengecualian anak kecil, orang yang tidak berakal dan orang yang tidak sengaja-), maka balasannya adalah balasan yang besar itu (balasan seperti ayat di atas).  

Saudaraku,… akan tetapi, siapa saja yang membunuh orang kafir yang ada ikatan janji atau tanggungjawab (zhimmah) atau jaminan keamanan, maka orang itu berdosa, tetapi tidak terkena ancaman seperti ayat diatas. Sedangkan orang munafik, maka jelas dilindungi darahnya selama tidak memproklamirkan kemunafikannya.

Dalam ayat di atas, ada lima macam hukuman. Salah satu di antara telah cukup untuk membentak dan menghardik orang yang memiliki hati.

Akan tetapi, menjadi kejanggalan bagi Ahlussunnah wal Jama’ah untuk menyebutkan perkara ‘abadi di dalam neraka’ (abada=selama-lamanya) ketika dikaitkan dengan pembunuhan, sebab dalam ayat di atas hanya disebutkan kholidan fiyha (kekal di dalamnya), tanpa penyebutan ‘abada’ (abadi, selama-lamanya). Ini bagi orang mukmin. Pembunuhan bukan kekufuran dan tidak akan mengakibatkan abadi di dalam neraka menurut Ahlussunnah wal jama’ah selain karena kekufuran. Adapun orang kafir, sudah tentu/sudah pasti ia masuk neraka abadi selama-lamanya. Orang kafir balasannya adalah neraka Jahannam dan akan kekal abadi di dalamnya, sekalipun ia tidak membunuh seorang mukmin pun. Alloh swt berfirman:

  
“Sesungguhnya Allah mela'nati orang-orang kafir dan menyediakan bagi mereka api yang menyala-nyala (neraka),. Mereka kekal di dalamnya abadi (selama-lamanya); mereka tidak memperoleh seorang pelindungpun dan tidak (pula) seorang penolong.” (QS. Al Ahzab: 64-65)

  1. Ini adalah sebab.
Saudaraku…, dalam QS. An-Nisa ayat 93 diatas dinyatakan, pembunuhan terhadap seorang mukmin adalah suatu sebab seseorang (pembunuh itu) masuk neraka, ‘di ancam’ neraka jahannaam. Akan tetapi, jika ada penghalang, maka sebab ini tidak akan terlaksana. Sebagaimana jika kita mengatakan, “kekerabatan adalah sebab hak mendapatkan harta waris”. Jika kerabat itu adalah seorang budak, maka dia tidak berhak mendapatkan harta warisan karena adanya penghalang, yaitu perbudakan.
Akan tetapi, kejanggalan dikembalikan kepada kita dari aspek lain, yaitu: “Apa guna ancaman ini?”
Maka, kita katakan, “Gunanya adalah bahwa seseorang yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka ia telah melakukan sebab yang dengannya dia akan abadi di dalam neraka. Dengan demikian, adanya penghalang adalah suatu alternatif, yang kadang-kadang ada dan kadang-kadang tiada. Maka, dia bahaya sekali. Oleh sebab itu, nabi saw bersabda,
“Seorang mukmin itu akan tetap dalam kelapangan agamanya selama tidak membunuh orang yang haram dibunuh” (HR. al-Bukhori) 

Jika seseorang membunuh orang yang darahnya dihormati –na’udzu billah-, maka dia akan merasa sempit dengan agamanya sehingga keluar dari agamanya itu.

Dengan demikian, ancaman itu karena melihat akibatnya, karena dikhawatirkan pembunuhan itu menjadi sebab kekufurannya sehingga dengan demikian dia mati dalam keadaan kufur sehingga abadi.
Dengan ayat ini dengan bentuk susunan asli sedemikian itu menjadi menyebutkan sebabnya sebab. Maka, pembunuhan dengan sengaja adalah sebab kematian seseorang dalam keadaan kufur dan kekufuran adalah sebab keabadian orang itu di dalam neraka.

  1. Yang dimaksud dengan “kholidina fiyha” adalah tinggal dalam waktu yang sangat lama, bukan tinggal selama-lamanya. Karena bahasa Arab menyebutkan ‘kekal’ kepada makna tinggal pada masa yang lama, sebagaimana dikatakan,
“Fulaanun khoolidun fil habsi”, yang artinya “fulan itu kekal di dalam penjara”
Padahal penjara sama sekali tidak kekal. Mereka juga mengatakan,
“fulaanun khoolidun khuluudal jibaali”, yang artinya, “fulan itu abadi sebagaimana keabadian gunung-gunung”
kita Sudah sama-sama mengetahui bahwa gunung-gunung itu,

“Tuhanku akan menghancurkannya (di hari kiamat) sehancur-hancurnya, Maka Dia akan menjadikan (bekas) gunung-gunung itu datar sama sekali”, (QS. Thoha: 105-106)

Ini juga jawaban yang sangat mudah yang tidak perlu capek-capek. Sesungguhnya Alloh swt tidak pernah menyebutkan keabadian, Alloh swt tidak pernah menyebutkan,

( kholidina fiyha abada) “Akan kekal di dalamnya abadi selama-lamanya” (menyatakan penekanan-pen)
Akan tetapi, menyebutkan,

(kholidina fiyha)“Akan kekal di dalamnya” artinya, bahwa dia akan tinggal di dalamnya dalam waktu yang sangat lama.

ini untuk orang muslim yang belum batal islamnya. mereka disiksa atas dosa-dosa mereka (dicuci terlebih dahulu di neraka). adapun  untuk orang-orang kafir: "Mereka akan kekal abadi dineraka selama-lamanya".

Adapun jika orang itu bertaubat, dia tidak berhak mendapat ancaman itu.
Alloh swt berfirman:
  
“dan orang-orang yang tidak menyembah Tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya Dia mendapat (pembalasan) dosa(nya),  (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan Dia akan kekal dalam azab itu, dalam Keadaan terhina, kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Al Furqaan: 68-70.)

(naskah ini belum selesai diperbaiki, . mohon maaf)
Referensi: Aqidah Wasitiyah
                                            

Sanksi Pembunuhan

saudaraku kaum muslimin, masih ingat-kan kasus TKI yang bekerja di Arab Saudi yang terkena hukuman Pancung??.  kali ini kami akan sedikit membahas sanksi pembunuhan dalam hukum Islam, Alloh swt telah menjelaskan hukum bagi manusia, yang mesti diterapkan oleh manusia. 
Saudaraku, ....Pembunuhan itu terbagi menjadi tiga jenis:
Pertama, murni karena kesengajaan, yaitu seseorang berniat/bersengaja (untuk membunuh) orang lain yang dia ketahui berstatus ma’shum (jiwa dan hartanya terjaga) dengan menggunakan alat yang pada umumnya dapat digunakan untuk membunuh, baik dengan benda tajam, seperti pedang dan semisalnya, atau dengan benda tumpul seperti landasan besi (tempat penempaan untuk pandai besi) dan tongkat yang kuat. Atau dia menggunakan metode lain dalam membunuh orang tersebut, seperti dengan membakar, menenggelamkan, melemparnya dari tempat yang tinggi, mencekik, memegang (memencet) biji kemaluan hingga ruh orang tersebut melayang (mati), membekap wajahnya hingga mati, meminumkan racun kepadanya, atau dengan perbuatan-perbuatan lain yang semisal.
 Niat/bersengaja adalah syarat pembunuhan yang disengaja. “Diniatkan” tidak termasuk orang yang tidak meniatkan hal itu, (seperti jika) dia tidak bermaksud (membunuh) seseorang yang ma’shum (orang yang tidak boleh dibunuh). Dia hanya bermaksud melempar ke binatang buruan, lalu mengenai seseorang yang ma’shum, lalu ia terbunuh. Maka hal ini tidak disengaja. Begitu pula dengan, jika dia tidak mengetahuinya ma’shum, seperti jika dia melihat seseorang yang berjalan di barisan orang-orang kafir (dalam peperangan) lalu dia membunuhnya dengan sangkaan bahwa dia adalah kafir atau tidak ma’shum. Atau dia melihat seseorang yang telah murtad (dia mengira bahwa dia murtad [padahal dia muslim]), dan dia tidak kembali (memeluk) islam setelah diseru kepada islam, lalu dia membunuhnya, maka ini bukanlah kesengajaan, tetapi pembunuhan tidak disengaja karena ketidak-tahuan. Begitu pula jika dia melihat sesuatu yang menakutkan (dalam kegelapan), dia mengira pohon kurma, anjing, atau apa-apa yang serupa dengannya, lalu dia membunuhnya. Ini bukanlah kesengajaan karena dia tidak mengetahuinya (sebagai) orang yang ma’shum.
Adapun jika dia membunuh dengan menggunakan apa-apa (/alat) yang umumnya tidak dapat digunakan untuk membunuh, maka bukanlah kesengajaan. Atau jika dia memukulnya dengan tongkat yang kecil, lalu dia meninggal, maka ini bukanlah kesengajaan. Akan tetapi jika dia membunuh dengan alat (cara) yang pada umumnya bisa membunuh, maka hal itu adalah kesengajaan.
Apabila hal ini (pembunuhan dengan disengaja) dilakukan, Maka sanksi qishosh wajib (diberlakukan), yaitu kerabat terbunuh diberi kesempatan (untuk menetapkan hukuman) kepada pembunuh. Jika mereka mau, mereka bisa memilih satu di antara tiga alternatif, yaitu hukuman mati, memaafkan pelaku pembunuhan atau mengambil diyat dari keluarga pembunuh. Dan kerabat korban tidak boleh membunuh orang lain selain pembunuhnya, karena Alloh Ta’ala berfirman:
 
“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah untuk membunuhnya, melainkan dengan suatu alasan yang benar. dan Barangsiapa dibunuh secara zhalim, Maka Sesungguhnya Kami telah memberikan kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya dia adalah orang yang mendapatkan pertolongan.” (QS. Al-Isro’: 33)
Menurut salah satu pendapat, tafsir ayat ini adalah janganlah dia membunuh selain pelaku pembunuhan.
Alloh swt memberikan kekuasaan kepada ahli warisnya , yakni kekuasaan syar’i dan kekuasaan qodri (kewenangan menangkap dan lain-lain), kedua-duanya. Kekuasaan syar’i adalah ahli waris diberi kesempatan membunuh si pembunuh berdasarkan syari’at. Kekuasaan qodri adalah karena pembunuh itu walaupun bersembunyi atau kabur, umumnya dia dapat ditangkap dan dibawa. Ini adalah sesuatu yang ditunjukkan oleh fakta. Oleh karenanya Alloh berfirman: “Maka janganlah dia berlebih-lebihan dalam membunuh.” Seakan-akan dia pasti ditemukan adalah sesuatu yang sudah maklum. Akan tetapi janganlah dia melampaui batas dalam membunuh (membunuh selain pembunuh). Atau janganlah dia dibawa oleh semangat dan kebencian untuk membunuh melebihi …………………………………. (bersambung)

Untuk lebih jelasnya, mari kita perhatikan firman Alloh berikut ini:
Alloh swt berfirman:
 
“Katakanlah: ‘Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Robb-mu Yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan-Nya, berbuat baiklah terhadap kedua orangtua ( ibu bapak), dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan, Kami yang memberimu rizki dan juga kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar’. Hal  itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami(nya). dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga ia dewasa. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar kesanggupannya. dan apabila kamu berkata, ‘Maka hendaklah kamu Berlaku adil, Kendatipun ia adalah kerabat(mu),’ dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan oleh Allah kepadamu agar kamu ingat. Dan  bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus, Maka ikutilah Dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikanmu dari jalanNya. yang demikian itu diperintahkan oleh Allah agar kamu bertakwa”.  (QS. Al An'am: 151-153)
Catatan: Membunuh yang dibenarkan oleh syara' seperti qishash membunuh orang murtad, rajam dan sebagainya.

Alloh swt berfirman:

“dan tidaklah layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan Barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayarnya  yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bershodaqoh. jika ia (si terbunuh) dari kaum yang memusuhimu padahal ia mukmin, maka (hendaklah si pembunuh) memerdekakan hamba-sahaya yang mukmin. Dan jika ia (si terbunuh)dari kaum (kafir) yang ada Perjanjian (damai) antara mereka denganmu, Maka (hendaklah si pembunuh) membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang mukmin. Barangsiapa yang tidak memperolehnya,  Maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut sebagai cara untuk bertaubat kepada Allah. dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan Barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja Maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, serta mengutuknya dan menyediakan adzab yang besar baginya.” (QS. An Nisaa': 92-93)

Firman Alloh swt : “dan tidaklah layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja),” yakni tidak dimungkinkan –selamanya- bagi seorang mukmin untuk membunuh saudaranya yang mukmin secara mutlak. Jika dia melakukannya maka dia bukanlah seorang mukmin. Bahkan telah disebutkan dalam hadits, “Seorang mukmin senantiasa berada dalam kelapangan agamanya selama dia tidak menumpahkan darah yang haram” (HR. al-Bukhori kitab ad-Diayat, bab Qaulullahi Ta’ala “man Yaqtul Mu’minan Muta’ammidan” no.6862)

Kemudian Alloh swt menjelaskan hukum pembunuhan yang ‘tersalah’ (tidak sengaja), lalu menjelaskan pembunuhan yang disengaja. Dia berfirman: “Dan Barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja Maka balasannya ialah Jahannam, dia kekal di dalamnya, Allah murka kepadanya, serta melaknatnya (mengutuknya) dan menyediakan adzab yang besar baginya.” (QS. An Nisaa': 93). Kami memohon perlindungan kepada Alloh. Ini adalah ancaman yang keras bagi orang yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja.
Alloh swt berfirman:
  
“oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain[/bukan karena qishaash], atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, Maka seakan-akan Dia telah membunuh manusia seluruhnya. dan Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seakan-akan dia telah memelihara kehidupan manusia seluruhnya. …”  (QS. Al Maa-idah: 32)

Dalam ayat al-Maidah ini disebutkan, “oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain[/bukan karena qishaash], atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, Maka seakan-akan Dia telah membunuh manusia seluruhnya.,” karena hal itu adalah penodaan terhadap kehormatan seorang mukmin, sementara penodaan kehormatan satu (orang) sama dengan penodaan kehormatan seluruhnya. Oleh Karenanya Alloh swt berfirman: “Kaum Nuh telah mendustakan para Rosul,” (Asy Syu’aro: 105) meskipun Alloh swt tidak mengutus kepada mereka kecuali satu orang (Rosul), akan tetapi pengingkaran terhadap seorang rosul sama halnya dengan mengingkari seluruh rosul. Oleh karenanya Alloh Ta’ala berfirman, “Maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya, dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seakan-akan dia telah memelihara kehidupan manusia seluruhnya”. (catatan: menghidupkan bukan berarti mengadakan ruh, tetapi maksudnya adalah mencegah pembunuhan terhadapnya).

Disebutkan dalam ash-Shohihain dari Nabi  saw, beliau bersabda:
“Hal yang pertama kali disidangkan di antara manusia pada hari kiamat adalah dalam (masalah) ad-dima’ (darah/pembunuhan).” (HR. al-Bukhori)

Alloh swt berfirman:

oleh karena itu, hakim disini haruslah benar-benar adil dan benar-benar cermat, jangan sampai salah dalam mengambil keputusan. dalam menyikapi pembunuhan sikap kita yaitu netral/ pertengahan, kita memihak kepada keduanya (baik yang di bunuh ataupun yang terbunuh), ataupun tidak memihak kepada keduanya (baik yang di bunuh ataupun yang terbunuh), selama kedua-duanya ini masih berstatus Islam. sebab prinsip seorang muslim yaitu dari mana saja dia berasal, jika dia beragama Islam dan belum melakukan pembatal keislaman, maka dia adalah saudara kita, saudara seislam dan persaudaraan ini  lebih dekat hubungannya dari pada saudara hubungan darah (saudara kandung). baik itu orang Arab, Malaysia, Indonesia, Amerika dan lain sebagainya. Jadi walaupun mereka saudara kita, kita tetap harus menghukum mereka berdasarkan hukum Alloh swt/Syari’at islam.

kita sering sekali melihat baik itu di TV atau pun media lainnya, kita lihat Aksi kriminal yang dilakukan oleh Orang-orang Arab terhadap TKI (warga Indonesia yang bekerja di sana). patut kita ketahui bahwa media masa itu, kebanyakan dikuasai oleh orang-orang kafir, yang mereka siap menghina, melecehkan ajaran Islam, berita-berita yang mereka sajikan berat sebelah, lebih memihak kepada mereka (orang kafir), dan wartawan yang mereka bayar hanya untuk menampilkan hal-hal yang mereka anggap menarik, bahkan mereka tidak segan-segan untuk membuat berita bohong (bualan).
perlu diingat, bahwa tidak semua orang Arab itu benar, mereka juga ada yang penipu, preman dan lain sebagainya. Begitu pula Umat Islam di Indonesia, mereka ada pula yang mengerjakan prilaku kriminal, padahal mereka itu ber-KTP-kan Islam. jangan salahkan Islam-nya, tapi yang patut disalahkan adalah pelaku tindakan kriminalnya. Bahkan di dalam hukum Islam telah diajarkan, bahwa kita dilarang mendekati perbuatan tercela (sekecil mungkin hal-hal yang mendekati kriminal untuk di ditinggalkan). misalnya Islam melarang mendekati Zina, dan Alloh swt juga telah mewajibkan Jilbab bagi muslimah. 

kita lihat fakta yang terjadi, Fakta menunjukkan, di negara-negara Barat yang kehidupannya dipenuhi dengan pornografi dan pornoaksi, angka perzinaan dan pemerkosaannya amat mengerikan. Di AS pada tahun 1995, misalnya, angka statis­tik nasional menunjukkan, 1,3 perempuan diperkosa setiap menitnya. Berarti setiap jamnya 78 wanita diperkosa, atau 1.872 se­tiap harinya, atau 683.280 setiap tahunnya! itupun yang terdata, bagaimana dengan yang tidak terdata (yang tidak melapor, yang sama-sama suka) Bagaimana dengan tahun sekarang? 

(perempuan, Feminisme, dan Islam, Ismail Adam Pathel, terj. Abu Faiz (Bogor: Pustaka Thoriqul Iz­zah, 2005).

menyangkut pembunuhan yang dilakukan TKI, jangan berkomentar, siapa yang salah dan siapa yang benar, sebab kita tidak mengetahui tabi’at (karakteristik) atau akhlaq orang-orang tersebut. kita tidak mengenal mereka (baik yang di bunuh ataupun yang terbunuh). kita do’a-kan saja agar TKI yang terkena hukuman mendapatkan ampunan dari Alloh swt dan disediakan Syurga untuknya. dan kita do’a-kan juga untuk keluarga korban, agar mereka tetap sabar dan mendapatkan apa yang lebih baik. Amin.

  1. perempuan, Feminisme, dan Islam, Ismail Adam Pathel, terj. Abu Faiz (Bogor: Pustaka Thoriqul Iz­zah, 2005).
  2. ......(belum dilanjutkan)